Keadilan, dimanapun
atau pada persoalan apapun dalam kehidupan manusia, sungguh merupakan suatu
dambaan manusia. Tapi sayang, manusia selalu lebih mudah mengatakan bahwa
dirinya telah berbuat adil tanpa dirasakan adilnya oleh orang lain. Jadi,
keadilan lebih mudah diucapkan tetapi sulit untuk dirumuskan..Jadi, keadilan
lebih mudah diucapkan tetapi sulit dirumuskan dan dilaksanakan. Entah sudah
berapa manusia yang mati dan menderita untuk memperjuangkan keadilan di dunia
ini. Keadilan tidak hanya dituntut oleh manusia saja, makhluk halus pun (setan)
pernah meminta “keadilan” kepada Tuhan untuk menghormati Adam karena dirinya,
yang terbuat dari api, merasa tidak pantas untuk menghormati Adam yang terbuat
dari tanah.
Pengertian Keadilan
Pengertian Keadilan
Secara umum pengertian
Keadilan adalah pengakuan dan perlakuan yang seimbang antara hak dan kewajiban.
Keadilan menurut Aristoteles
adalah kelayakan dalam tindakan manusia. Kelayakan diartikan sebagai titik
tengah diantara kedua ujung ekstrem yang terlalu banyak dan terlalu dikit. Kedua
ujung ekstrem itu menyangkut dua orang atau benda. Bila kedua orang tersebut
mempunyai kesamaan dalam ukuran yang telah ditetapkan, maka masing-masing orang
harus memperoleh benda atau hasil yang sama. Kalau tidak sama, maka
masing-masing orang akan menerima bagian yang tidak sama, sedangkan pelanggaran
terhadap proposisi tersebut berarti ketidakadilan.
Keadilan menurut Plato
diproyeksikan pada diri manusia sehingga orang yang dikatakan adil adalah orang
yang mengendalikan diri, dan perasaannya dikendalika oleh akal.
Sedangkan pendapat
Socrates yang memproyeksikan keadilan pada pemerintahan. Menurut Socrates,
keadilan tercipta bilamana setiap warga sudah merasakan bahwa pihak pemerintah
sudah melaksanakan tugasnya dengan baik. Mengapa diproyeksikan pada pemerintah,
sebab pemerintah adalah pemimpin pokok yang menentukan dinamika masyarakat.
Lain lagi pendapat Kong
Hu Cu, keadilan itu terjadi apabila anak sebagai anak, bila ayah sebagai ayah,
bila raja sebagai raja, masing-masing telah melaksanakan kewajibannya. Pendapat
ini terbatas pada nilai-nilai tertentu yang sudah diyakininya atau
disepakatinya.
Para filsuf lainnya mengartikan
keadilan adalah sebagai berikut:
Dari berbagai pandangan
tentang keadilan yang pernah dikemukakan oleh filsuf, dapat disimpulkan bahwa
keadilan adalah ukuran atau norma bagi hokum yang memungkinkan untuk:
a.)
Memberikan kepada masing-masing
bagiannya (Ulpianus);
b.)
Mencapai suatu “social ideal” berupa
masyarakat yang terdiri dari manusia-manusia yang berkehendak bebas (Stammler);
c.)
Memperkembangkan kemanusiaan (Luypen);
d.)
Memperlakukan perkara yang sama secara
sama dan perkara yang tidak sama secara tidak sama (Radbruch).
Keadilan menurut
sumbernya dibagi menjadi 2 , yaitu:
1.
Keadilan Individual
Adalah
keadilan yang bergantung pada kehendak baik atau kehendak buruk masing-masing
individu.
2.
Keadilan Sosial
Adalah
keadilan yang pelaksanaanya bergantung pada struktur-struktur itu terdapat
dalam bidang politik, ekonomi, social, budaya, dan ideology. Dalam pancasila
keadilan social mengandung prinsip bahwa setiap orang di Indonesia akan
mendapat perilaku yang adil dalam bidang hokum, politik, ekonomi, dan kebudayaan
(Panitia Ad-Hoc MPRS 1966).
Keadilan menurut
jenisnya dinbagi menjadi 2, yaitu:
1. Keadilan
Legal atau Keadilan Moral
Adalah keadilan yang terwujud apabila
setiap orang melaksanakan pekerjaannya menurut sifat dasarnya yang paling
cocok.
2. Keadilan
Distributif dan Kumulatif
Keadilan distributif adalah keadilan yang terwujud apabila hal-hal yang sama diperlakukan secara sama dan hal-hal yang tidak sama secara tidak sama. Keadilan Komulatif adalah keadilan yang terwujud apabila tindakannya tidak bercorak ekstrem sehingga merusak atau menghancurkan pertalian didalam masyarakat, sehingga masyarakat menjadi tidak tertib.
Keadilan distributif adalah keadilan yang terwujud apabila hal-hal yang sama diperlakukan secara sama dan hal-hal yang tidak sama secara tidak sama. Keadilan Komulatif adalah keadilan yang terwujud apabila tindakannya tidak bercorak ekstrem sehingga merusak atau menghancurkan pertalian didalam masyarakat, sehingga masyarakat menjadi tidak tertib.
Sumber: M. Munandar Soelaeman. 2001. Ilmu Budaya Dasar Suatu Pengantar. Bandung: PT Refika Aditama. dengan sedikit perubahan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar