Jumat, 27 April 2012

Manusia dan Keadilan

Keadilan, dimanapun atau pada persoalan apapun dalam kehidupan manusia, sungguh merupakan suatu dambaan manusia. Tapi sayang, manusia selalu lebih mudah mengatakan bahwa dirinya telah berbuat adil tanpa dirasakan adilnya oleh orang lain. Jadi, keadilan lebih mudah diucapkan tetapi sulit untuk dirumuskan..Jadi, keadilan lebih mudah diucapkan tetapi sulit dirumuskan dan dilaksanakan. Entah sudah berapa manusia yang mati dan menderita untuk memperjuangkan keadilan di dunia ini. Keadilan tidak hanya dituntut oleh manusia saja, makhluk halus pun (setan) pernah meminta “keadilan” kepada Tuhan untuk menghormati Adam karena dirinya, yang terbuat dari api, merasa tidak pantas untuk menghormati Adam yang terbuat dari tanah.

 Pengertian Keadilan
Secara umum pengertian Keadilan adalah pengakuan dan perlakuan yang seimbang antara hak dan kewajiban.
Keadilan menurut Aristoteles adalah kelayakan dalam tindakan manusia. Kelayakan diartikan sebagai titik tengah diantara kedua ujung ekstrem yang terlalu banyak dan terlalu dikit. Kedua ujung ekstrem itu menyangkut dua orang atau benda. Bila kedua orang tersebut mempunyai kesamaan dalam ukuran yang telah ditetapkan, maka masing-masing orang harus memperoleh benda atau hasil yang sama. Kalau tidak sama, maka masing-masing orang akan menerima bagian yang tidak sama, sedangkan pelanggaran terhadap proposisi tersebut berarti ketidakadilan.
Keadilan menurut Plato diproyeksikan pada diri manusia sehingga orang yang dikatakan adil adalah orang yang mengendalikan diri, dan perasaannya dikendalika oleh akal.
Sedangkan pendapat Socrates yang memproyeksikan keadilan pada pemerintahan. Menurut Socrates, keadilan tercipta bilamana setiap warga sudah merasakan bahwa pihak pemerintah sudah melaksanakan tugasnya dengan baik. Mengapa diproyeksikan pada pemerintah, sebab pemerintah adalah pemimpin pokok yang menentukan dinamika masyarakat.
Lain lagi pendapat Kong Hu Cu, keadilan itu terjadi apabila anak sebagai anak, bila ayah sebagai ayah, bila raja sebagai raja, masing-masing telah melaksanakan kewajibannya. Pendapat ini terbatas pada nilai-nilai tertentu yang sudah diyakininya atau disepakatinya.
Para filsuf lainnya mengartikan keadilan adalah sebagai berikut:
Dari berbagai pandangan tentang keadilan yang pernah dikemukakan oleh filsuf, dapat disimpulkan bahwa keadilan adalah ukuran atau norma bagi hokum yang memungkinkan untuk:
a.)    Memberikan kepada masing-masing bagiannya (Ulpianus);
b.)    Mencapai suatu “social ideal” berupa masyarakat yang terdiri dari manusia-manusia yang berkehendak bebas (Stammler);
c.)    Memperkembangkan kemanusiaan (Luypen);
d.)   Memperlakukan perkara yang sama secara sama dan perkara yang tidak sama secara tidak sama (Radbruch).
Keadilan menurut sumbernya dibagi menjadi 2 , yaitu:
1.      Keadilan Individual
Adalah keadilan yang bergantung pada kehendak baik atau kehendak buruk masing-masing individu.
2.      Keadilan Sosial
Adalah keadilan yang pelaksanaanya bergantung pada struktur-struktur itu terdapat dalam bidang politik, ekonomi, social, budaya, dan ideology. Dalam pancasila keadilan social mengandung prinsip bahwa setiap orang di Indonesia akan mendapat perilaku yang adil dalam bidang hokum, politik, ekonomi, dan kebudayaan (Panitia Ad-Hoc MPRS 1966).
Keadilan menurut jenisnya dinbagi menjadi 2, yaitu:
1.      Keadilan Legal atau Keadilan Moral
Adalah keadilan yang terwujud apabila setiap orang melaksanakan pekerjaannya menurut sifat dasarnya yang paling cocok.
2.      Keadilan Distributif dan Kumulatif
     Keadilan distributif adalah  keadilan yang terwujud apabila hal-hal yang sama diperlakukan secara sama dan hal-hal yang tidak sama secara tidak sama. Keadilan Komulatif adalah keadilan yang terwujud apabila tindakannya tidak bercorak ekstrem sehingga merusak atau menghancurkan pertalian didalam masyarakat, sehingga masyarakat menjadi tidak tertib.


Sumber: M. Munandar Soelaeman. 2001. Ilmu Budaya Dasar Suatu Pengantar. Bandung: PT Refika Aditama.  dengan sedikit perubahan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar